KOMPAS.com - Masa remaja merupakan masa seseorang mengalami fase pubertas yaitu transisi dari anak-anak menjadi dewasa. Pada masa ini, umumnya seseorang memiliki rasa keingintahuan sangat tinggi, terutama pada perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya.
Maka menjadi hal yang wajar apabila mereka mulai tertarik mengeksplorasi hal-hal yang berbau seks. Pasalnya, pada masa tersebut, organ-organ seksual lah yang paling menunjukkan perkembangan.
"Wajar saja jika anak remaja memiliki rasa ingin tahu yang lebih terhadap seks. Mereka sedang mengalami pematangan organ seksual dan umumnya keingintahuan pada hal yang baru juga tinggi," jelas psikolog anak dan remaja Indri Savitri saat dihubungi Kompas Health, Selasa (29/10/2013).
Hanya saja, jika dieksplorasi dengan cara yang salah, rasa keingintahuan remaja dapat berimbas negatif. Seperti baru-baru ini, ditemukannya kasus video asusila dari salah satu SMP di Jakarta. Menurut Indri, itu adalah salah satu bentuk eksplorasi seks yang salah kaprah dan cenderung berlebihan.
Kesalahan dalam mengeksplorasi seksualitas, kata Indri, merupakan hasil dari edukasi seks yang tidak diterapkan secara baik dan menyeluruh. Menurut dia, jika edukasi seks hanya berupa larangan-larangan saja tanpa memberi tahu apa yang seharusnya dilakukan, anak justru akan semakin ingin tahu dan cenderung mengeksplorasinya dengan cara yang salah.
"Kalau hanya dilarang, bagaimana anak bisa tahu dasar dari seks itu sendiri. Karena itu, perlu dikenalkan dari awal, sedini mungkin, terutama untuk menjaga organ paling intim dari gangguan orang lain," tuturnya.
Pengajaran untuk menjaga organ paling intim, jelasnya, merupakan salah satu upaya untuk menghargai diri sendiri. Menurut dia, jika bisa menghargai diri sendiri, orang lain pun akan cenderung mampu menghargai kita. Maka, pelecehan seksual pun dapat dicegah.
Indri menjelaskan, sejak baru bisa bicara dan mengerti perkataan orangtua, sebaiknya anak sudah dikenalkan dengan daerah-daerah pribadi pada tubuhnya. Orangtua juga harus menekankan, organ tersebut tidak boleh disentuh atau dilihat oleh oranglain, kecuali oleh ibu atau bapak, misalnya.
Selain itu, imbuh dia, anak perlu diajarkan untuk berpakaian yang pantas, menutup daerah-daerah pribadi pada tubuhnya dengan baik agar tidak mudah dilihat dan diganggu orang lain.
"Ajarkan pula tempat melepas dan memakai baju tidak boleh sembarangan, perlu dilakukan di tempat tertutup," tegasnya.
Dengan begitu, anak benar-benar tahu mana yang harus jaga untuk mempertahankan harga dirinya. Dan tentu saja, mengerti bahwa sudah sepatutnya merasa risih dan malu jika tubuhnya terekspos.
Pendampingan orangtua
Tak dipungkiri, kemajuan teknologi saat ini memudahkan anak dan remaja mengakses berbagai macam informasi, termasuk materi pornografi. Bahkan, hanya melalui telepon pintar, anak sudah dapat menonton materi berbau seksual dengan mudah.
Menurut Indri, di sinilah pentingnya peran dan pendampingan para orangtua. Pelarangan mengakses media bukanlah solusi yang terbaik. Bukan tidak mungkin, pelarangan akan membuat anak menjadi penasaran dan memicu mereka untuk lebih "liar" lagi memuaskan keingintahuannya.
Untuk itu, Indri menganjurkan para tua untuk selalu mendampingi dan menjelaskan apa yang mereka lihat dengan cara berdiskusi atau dialog.
"Orangtua perlu membahas setelahnya. Apa yang sebenarnya mereka tonton dan menanyakan apa yang mereka rasakan saat menontonnya, dan menjelaskan reaksi tersebut," tutur manajer divisi konseling dan edukasi Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia ini.
Dengan pembahasan tersebut, kata Indri, anak tidak lagi penasaran dan "curi-curi" untuk menonton pornografi. Sebaliknya, anak bisa menjadi lebih bijak dan mengerti cara bersikap menghadapi pornografi yang mungkin ada di lingkungan pergaulannya.
Terkait video mesum yang beredar baru-baru ini, menurut Indri itu adalah bentuk ekspresi keliaran remaja. Kembali lagi, bisa jadi hal itu dipengaruhi dari aktivitas menonton pornografi yang cenderung menunjukkan adegan-adegan yang terkesan liar.
Kendati demikian, Indri tak menampik adanya kemungkinan-kemungkinan lain anak melakukan hal tersebut. Misalnya, anak tidak tahu apa yang sebenarnya dilakukan, atau memenuhi tantangan dari teman sebaya tanpa tahu konsekuensi setelahnya.
Anda sedang membaca artikel tentang
Psikolog: Anak Boleh Nonton Porno, Asal...
Dengan url
http://lovingmothertochild.blogspot.com/2013/10/psikolog-anak-boleh-nonton-porno-asal.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Psikolog: Anak Boleh Nonton Porno, Asal...
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Psikolog: Anak Boleh Nonton Porno, Asal...
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar